Jejak Perjuangan Tuan Rondahaim Saragih Garingging, Pahlawan Nasional Asal Simalungun
Lintas Publik, Pada momentum Hari Pahlawan, Senin 10 November 2025, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto resmi menetapkan Tuan Rondahaim Saragih Garingging sebagai Pahlawan Nasional. Tokoh asal Simalungun ini dikenal sebagai pejuang tangguh yang menentang penjajahan Belanda dan mempertahankan kedaulatan Partuanon Raya.
BACA JUGA Polres Pematangsiantar Ungkap Kasus Curat, 3 Pelaku Ditangkap Termasuk Penadah
Riwayat Hidup “Napoleon dari Tanah Batak”
Tuan Rondahaim Saragih Garingging lahir pada tahun 1828 di Juma Simandei, Sinondang, Pamatang Raya, wilayah yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Simalungun. Ia merupakan putra dari Tuan Jinmahadim Saragih Garingging, penguasa Partuanon Raya bergelar Tuan Huta Dolog, dan Puang Ramonta boru Purba Dasuha, putri dari Guru Raya.
Karena ibunya hanya seorang selir, kehidupan masa kecil Rondahaim penuh kesederhanaan. Sejak muda ia diasuh oleh para pamannya — Guru Murjama, Guru Onding, Guru Nuan, dan Guru Juhang — yang kemudian memperkenalkannya kepada Raja Padang Tengku Muhammad Nurdin. Di Kerajaan Padang inilah Rondahaim menimba ilmu pemerintahan dan bahasa Melayu.
Setelah ayahnya wafat pada tahun 1840, kekuasaan Partuanon Raya diteruskan pamannya, Tuan Murmahata Saragih Garingging bergelar Tuan Sinondang, yang juga menikah dengan ibunda Rondahaim.
Rondahaim kemudian naik takhta sebagai Raja Raya Namabajan, memimpin Kerajaan Raya sejak 1828 hingga wafatnya tahun 1891. Berkat kegigihan melawan Belanda, ia dijuluki penjajah sebagai “Napoleon der Bataks” (Napoleon dari Tanah Batak).
Di bawah kepemimpinannya, Partuanon Raya tercatat sebagai satu-satunya kerajaan di Simalungun yang tak pernah tunduk kepada Belanda. Wilayah ini baru jatuh ke tangan kolonial 10 tahun setelah Rondahaim wafat, saat dipimpin putranya, Tuan Sumayan Saragih Garingging bergelar Tuan Kapoltakan.
Perjuangan Melawan Penjajah
Dalam masa pemerintahannya, Rondahaim aktif memperluas wilayah sekaligus menolak keras aneksasi Belanda di Sumatera Timur. Sejumlah pertempuran besar tercatat, antara lain:
21 Oktober 1887 di Dolok Merawan, dan
12 Oktober 1889 di Bandar Padang (kini wilayah Kabupaten Serdang Bedagai).
Meski sempat terpukul mundur pada 1887, semangat perlawanan rakyat Raya tak pernah padam. Rondahaim juga menghadapi pemberontakan internal oleh dua bangsawan yang berkhianat dan bekerja sama dengan Belanda.
Menjelang akhir hayatnya, kesehatan Rondahaim menurun. Tubuhnya membengkak dan tak ada tabib yang mampu menyembuhkan. Ia wafat pada Juli 1891 di Rumah Bolon Raya, dan kepergiannya diratapi seluruh rakyatnya.
Pengakuan dan Penghargaan
Sebelum dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto pada 10 November 2025, Rondahaim lebih dulu menerima Bintang Jasa Utama dari Presiden B.J. Habibie pada 13 Desember 1999, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 077/TK/Tahun 1999.
Penghargaan itu diberikan atas jasa-jasanya dalam mempertahankan kemerdekaan dan menentang kolonialisme Belanda. Kini, dengan gelar Pahlawan Nasional, nama Tuan Rondahaim Saragih Garingging kian abadi dalam sejarah perjuangan bangsa. (red/tam)




Tidak ada komentar