Dr. Ferdinand Lumban Tobing: Menteri, Pejuang, dan Pelopor Transmigrasi Indonesia
Lintas Publik, Dr. Ferdinand Lumban Tobing atau biasa dikenal FL Tobing (lahir 19 Februari 1899, meninggal 7 Oktober 1962) adalah seorang tokoh nasional Indonesia yang dikenal sebagai dokter, pejuang kemerdekaan, dan pemimpin pemerintahan awal Republik Indonesia. Namanya diabadikan sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No. 361/1962. Ia juga menjadi inspirasi bagi masyarakat Tapanuli dan Sumatera Utara karena pengabdian dan kepemimpinannya yang teguh.
BACA JUGA 13 SMA Negeri Paling Berprestasi di Indonesia 2025 Versi Puspresnas, Referensi Utama SPMB 2026
![]() |
| Dr. Ferdinand Lumban Tobing: Menteri, Pejuang, dan Pelopor Transmigrasi Indonesia/ist |
Sejak muda, FL Tobing menunjukkan kecerdasan luar biasa. Ia menempuh pendidikan kedokteran di STOVIA, sekolah dokter pada masa kolonial Belanda, dan lulus pada tahun 1924. Keputusannya menjadi dokter tidak hanya untuk profesi, tetapi juga sebagai jalan pengabdian bagi masyarakat luas.
Setelah lulus, FL Tobing mengabdi sebagai dokter penyakit menular di CBZ Jakarta (kini RSCM). Ia kemudian bertugas di berbagai daerah, termasuk Tenggarong (Kalimantan Timur) dan Surabaya, sebelum akhirnya kembali ke Tapanuli.
Selama masa pendudukan Jepang, ia bertindak berani dengan mengawasi kesehatan romusha (pekerja paksa) dan menentang perlakuan tidak manusiawi terhadap mereka. Tindakan ini menunjukkan keberanian moral dan kepedulian pada rakyat kecil, bahkan ketika risiko nyawa sangat tinggi.
BACA JUGA Rondahaim Saragih, Tokoh Simalungun Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo
Peran Politik dan Militer
FL Tobing tidak hanya berkecimpung di bidang medis. Pada 1943, ia diangkat menjadi Ketua Syu Sangi Kai Tapanuli, lembaga perwakilan daerah di masa pendudukan Jepang. Ia juga tergabung dalam Chuo Sangi In, menunjukkan keterlibatannya dalam pemerintahan daerah.
Setelah proklamasi kemerdekaan, FL Tobing mengambil peran vital dalam konsolidasi kekuasaan Republik di Sumatera Utara. Pada masa Agresi Militer Belanda II, ia menjabat Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan, memimpin pertahanan, administrasi, dan stabilisasi wilayah yang sedang dilanda konflik.
Kepiawaiannya dalam memimpin membawa FL Tobing ke pemerintahan pusat. Beberapa jabatan penting yang diembannya antara lain:
- Menteri Penerangan (1953-1955), mengelola informasi publik pada masa awal Republik.
- Menteri Kesehatan ad interim, mengisi posisi strategis untuk mendukung kesehatan rakyat.
- Menteri Negara Urusan Transmigrasi, sebagai menteri pertama, mempelopori program transmigrasi untuk pemerataan penduduk dan pembangunan wilayah.
Ia bahkan pernah ditawari menjadi Gubernur Sumatera Utara, namun menolak karena ingin tetap dekat dengan rakyat dan fokus pada pelayanan publik.
FL Tobing juga dikenal inovatif dalam mengelola ekonomi lokal. Saat Revolusi, ia menginisiasi pencetakan uang lokal “Oeang Republik Indonesia Tapanuli (ORITA)” untuk menjaga stabilitas ekonomi wilayah Tapanuli.
Sikapnya yang visioner juga tercermin dalam kepedulian pada pembangunan daerah, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Ia sering turun langsung ke desa-desa untuk memastikan pelayanan publik berjalan lancar.
Nilai dan Karakter
FL Tobing dikenal sebagai sosok:
- Berani dan teguh moral, berani melawan ketidakadilan meski risiko besar.
- Rendah hati dan dekat dengan rakyat, terutama para pekerja dan masyarakat kecil.
- Berpendidikan tinggi, tetapi tetap berjiwa sosial.
- Patriot sejati, mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi.
Kombinasi antara keilmuan, keberanian, dan kepemimpinan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh penting di Sumatera Utara dan Indonesia.
Penghargaan
Pahlawan Nasional, ditetapkan melalui Keppres No. 361/1962.
Bandara Pinangsori, Tapanuli Tengah, dinamai Bandar Udara Dr. Ferdinand Lumban Tobing (FLZ).
RSU Dr. Ferdinand Lumban Tobing, rumah sakit umum di Sibolga.
Jejaknya tetap hidup di ingatan masyarakat sebagai teladan dedikasi, keberanian, dan pengabdian.
FL Tobing wafat pada 7 Oktober 1962 di Jakarta. Pemakamannya di Kolang, Tapanuli Tengah, menjadi simbol penghormatan atas pengabdian seumur hidupnya bagi bangsa. (berbagai sumber /red)





Tidak ada komentar