Dokter Harus Jujur, Jangan Pintar Jual Obat
LINTAS PUBLIK - Siantar ,Kalangan masyarakat mengharapkan dokter benar - benar
jujur dalam menjalankan tugasnya sebagai "malaikat" bagi pasien.Tidak
hanya itu, rasa sosial dokter juga diminta lebih dominan ketimbang memikirkan
keuntungan.
Masalahnya, maraknya praktek Ppribadi dokter-dokter di Siantar - Simalungun, apakah itu dokter umum maupun spesialis, terindikasi hanya memikirkan keuntungan semata dari pasiennya. Tak heran, jika dokter lebih memilih fokus ditempat praktek mereka ketimbang di Rumah Sakit atau di unit kerjanya, khususnya bagi dokter dari kalangan Pegawai Negeri Sipil. (PNS).
Jujur, penghasilan para dokter yang buka praktek jauh lebih banyak daripada gaji bulanan yang mereka terima dari tempat mereka bekerja (Rumah Sakit atau Dinas Kesehatan). Belum lagi, para dokter tersebut sangat leluasa menjual obat atau membuka apotek dilokasi praktek mereka. Sehingga mau tidak mau, pasien wajib menebus resep dokter tersebut.
Disamping dari jasa, dokter juga mendapat uang masuk yang fantastis dari penjualan obat, hal ini terlihat “ada” permainan pihak Apotek bersama kalangan dokter yang buka praktek pribadi, khususnya dokter spesialis.
Keluhan itu disampaikan sejumlah ibu rumah tangga yang menyayangkan kurangnya pelayanan kesehatan yang dilakukan dokter dan mahalnya biaya obat dilokasi praktek dokter.
"Baik dokter umum maupun spesialis kelihatannya sama saja, mereka condong cari uang dengan membuka tempat praktek pribadi. Pelayanan kesehatan yang mereka berikan terasa jauh berbeda saat kita berobat ditempat praktek mereka. Belum lagi, biaya obat - obat juga suka - suka mereka dan diagnosa dokter terhadap satu penyakit juga beda - beda,"kesal Yuni (29), warga Jalan Jawa Siantar.
Yuni yang enggan menyebut dokter yang dimasud, berharap Dinas Kesehatan kota Siantar bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) jeli melihat kinerja dokter dan maraknya prakter dokter. Diharapkan pihak IDI dapat memberikan standar biaya harga obat yang diberikan dengan menunjukan harga HET (Harga Eceran Tertinggi), sehingga masyarakat dapat mengetahuinya dengan jelas dan transparan.
Harapan senada disampaikan Frans, meminta dokter agar lebih menonjolkan kemanusiaan ketimbang profit dalam menjalankan tugas. "Kita sadar menjadi dokter itu mahal tapi bukan berarti jadi materialistis. Kita hanya minta dokter bekerja dengan tulus dan tidak membebani pasien dengan biaya obat yang mencekik leher,"katanya.
Dia juga meminta dokter agar tidak salah melakukan diagnosa karena itu sangat merugikan pasien. Anggaplah setiap pasien adalah bagian dari keluarga kita, pesannya menutup pembicaraan.LPgun/t
![]() |
Dokter saat memeriksa pasiennya/Photo/ist/net |
Masalahnya, maraknya praktek Ppribadi dokter-dokter di Siantar - Simalungun, apakah itu dokter umum maupun spesialis, terindikasi hanya memikirkan keuntungan semata dari pasiennya. Tak heran, jika dokter lebih memilih fokus ditempat praktek mereka ketimbang di Rumah Sakit atau di unit kerjanya, khususnya bagi dokter dari kalangan Pegawai Negeri Sipil. (PNS).
Jujur, penghasilan para dokter yang buka praktek jauh lebih banyak daripada gaji bulanan yang mereka terima dari tempat mereka bekerja (Rumah Sakit atau Dinas Kesehatan). Belum lagi, para dokter tersebut sangat leluasa menjual obat atau membuka apotek dilokasi praktek mereka. Sehingga mau tidak mau, pasien wajib menebus resep dokter tersebut.
Disamping dari jasa, dokter juga mendapat uang masuk yang fantastis dari penjualan obat, hal ini terlihat “ada” permainan pihak Apotek bersama kalangan dokter yang buka praktek pribadi, khususnya dokter spesialis.
Keluhan itu disampaikan sejumlah ibu rumah tangga yang menyayangkan kurangnya pelayanan kesehatan yang dilakukan dokter dan mahalnya biaya obat dilokasi praktek dokter.
"Baik dokter umum maupun spesialis kelihatannya sama saja, mereka condong cari uang dengan membuka tempat praktek pribadi. Pelayanan kesehatan yang mereka berikan terasa jauh berbeda saat kita berobat ditempat praktek mereka. Belum lagi, biaya obat - obat juga suka - suka mereka dan diagnosa dokter terhadap satu penyakit juga beda - beda,"kesal Yuni (29), warga Jalan Jawa Siantar.
Yuni yang enggan menyebut dokter yang dimasud, berharap Dinas Kesehatan kota Siantar bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) jeli melihat kinerja dokter dan maraknya prakter dokter. Diharapkan pihak IDI dapat memberikan standar biaya harga obat yang diberikan dengan menunjukan harga HET (Harga Eceran Tertinggi), sehingga masyarakat dapat mengetahuinya dengan jelas dan transparan.
Harapan senada disampaikan Frans, meminta dokter agar lebih menonjolkan kemanusiaan ketimbang profit dalam menjalankan tugas. "Kita sadar menjadi dokter itu mahal tapi bukan berarti jadi materialistis. Kita hanya minta dokter bekerja dengan tulus dan tidak membebani pasien dengan biaya obat yang mencekik leher,"katanya.
Dia juga meminta dokter agar tidak salah melakukan diagnosa karena itu sangat merugikan pasien. Anggaplah setiap pasien adalah bagian dari keluarga kita, pesannya menutup pembicaraan.LPgun/t
Tidak ada komentar