Header Ads



Diduga Plagiat Karya Ilmiah, Rektor Universitas Simalungun Digugat

Siantar, Rektor Universitas Simalungun, Sarintan Efratani Damanik, diduga melakukan tindak plagiasi karya ilmiah. Tindakan itu pun membuat Sarintan digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar.

Dilansir detikSumut, Sabtu, (23/9/2023), melalui laman resmi SIPP PN Pematangsiantar, perkara tersebut tercatat dengan nomor 3/Pdt.G.S/2023/PN Pms. Adapun gugatan itu dilayangkan oleh Dr Benteng Haposan Sihombing.

Rektor Universitas Simalungun Sarintan Efratani Damanik (kiri) (Dok. Universitas Simalungun)

Dalam gugatan itu disebutkan Sarintan diduga melakukan plagiat atas karya ilmiah berjudul "Hubungan Rentang Diameter dengan Angka Bentuk Kayu Jenis Kapur (Dryobalanops Aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas". Tindakan itu pun diduga melanggar hukum.

"Menyatakan karya ilmiah berjudul "Hubungan Rentang Diameter dengan Angka Bentuk Kayu Jenis Kapur (Dryobalanops Aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas" yang telah dipergunakan oleh penggugat untuk pengusulan jabatan akademik Asisten Ahli di Universitas Simalungun Tahun 2006, adalah sah sebagai hak kekayaan intelektual," demikian isi gugatan tersebut.

"Menyatakan tindakan Tergugat yang mempublikasi karya ilmiah berjudul "Hubungan Rentang Diameter dengan Angka Bentuk Kayu Jenis Kapur (Dryobalanops Aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas" dalam Jurnal Habonaran Do Bona Edisi 1 Maret 2019 ISSN No. 2085-3424 Hal 22 - 28 seolah-olah karya ilmiah milik Tergugat, adalah perbuatan melawan hukum," lanjutnya.

Atas tindakan itu, Benteng meminta Sarintan membayar kerugian sebesar Rp 430 juta. "Menghukum tergugat untuk membayar kerugian Penggugat yang secara materil diperhitungkan sebesar Rp 430 juta," terangnya.

Sarintan juga diminta membayar uang paksa Rp 3 juta setiap hari. Uang paksa ini pun dibayarkan apabila nantinya Sarintan tidak melaksanakan putusan berkekuatan hukum terap.

"Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 3 juta setiap hari apabila tergugat lalai atau tidak melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap hingga dilaksanakan secara sempurna," pungkasnya.

Hakim Sebut Gugatan Bukan Wewenang Pengadilan Negeri

Majelis hakim PN Pematangsiantar pun membaca gugatan tersebut. Alhasil hakim memutuskan gugatan tersebut bukan wewenang pengadilan Negeri.

Putusan tersebut terbit pada Senin, 11 September 2023. Awalnya hakim menilai gugatan tersebut tidak termasuk dalam gugatan sederhana sebagaimana yang terkandung dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2015 Tentang Tata.

"Bahwa tidak termasuk dalam gugatan sederhana. Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan," isi putusan tersebut.

Hakim juga menilai karya yang dipublikasi oleh Sarintan telah terdaftar milik Benteng sebagai hak kekayaan intelektual. Namun dalam permasalahan kali ini, pengadilan negeri tidak berwewenang. Dalam hal ketentuan yang berlaku, gugatan ini dikatakan menjadi wewenang pengadilan niaga.

"Menimbang, bahwa dalam perkara ini penggugat mengajukan gugatan mengenai menyatakan karya ilmiah berjudul "Hubungan Rentang Diameter dengan Angka Bentuk Kayu Jenis Kapur (Dryobalanops Aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas" yang telah dipergunakan oleh Penggugat untuk pengusulan jabatan akademik asisten ahli di Universitas Simalungun Tahun 2006, adalah sah sebagai hak kekayaan intelektual," terang hakim.

Dengan pertimbangan itu pun, hakim memutuskan mencoret perkara. Dan memerintahkan pengembalian biaya perkara kepada Benteng.

"Memerintahkan panitera untuk mencoret perkara No. 3/Pdt.G.S/2023/ PN Pms dalam register perkara. Memerintahkan pengembalian sisa biaya perkara kepada penggugat sejumlah Rp 120 ribu," jelas hakim. (detik.com/t)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.