Header Ads



Dituduh Menghina Islam, Tiga Perempuan Aktivis di Arab Saudi Mengaku Disiksa

LINTAS PUBLIK - ARAB SAUDI,  Dituduh menghina Islam, mendukung musuh, tiga aktivis perempuan Arab Saudi mengaku sempat mendekam di tahanan serta disetrum, dicambuk dan dilecehkan secara seksual.

Mereka saat ini masih harus menjalani kasus hukum di masa mendatang, walaupun otoritas Saudi membebaskan mereka untuk sementara waktu, seperti dilaporkan kantor berita Reuters.

Dua sumber mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa tiga perempuan itu telah dibebaskan, dan beberapa aktivis lain dijadwalkan akan dibebaskan pada hari Minggu (31/03).

Demonstran menyerukan pembebasan para aktivis perempuan di kedutaan besar Saudi di Paris bulan lalu.
Amnesty International dan organisasi hak asasi Arab Saudi yang berbasis di Inggris, ALQST, menyebut perempuan-perempuan itu adalah Eman al-Nafjan, Aziza al-Yousef dan Roqaya al-Mohareb.

Media pemerintah Arab Saudi mengatakan pelepasan itu hanya berlaku sementara waktu.

Ketiga perempuan itu termasuk di antara 11 perempuan yang tengah diadili setelah didakwa dengan undang-undang kejahatan dunia maya, yang dapat dijatuhi hukuman hingga lima tahun penjara.

Lynn Maalouf dari Amnesty International menyambut pelepasan itu, tetapi dia mengatakan pelepasan itu tidak seharusnya bersifat sementara.

“Mereka dikurung, dipisahkan dari orang-orang yang mereka cintai, menjadi sasaran penyiksaan dan ancaman hanya karena menyerukan hak-hak perempuan dan mengekspresikan pandangan mereka secara damai,” katanya.

“Amnesty International meminta pihak berwenang Arab Saudi untuk membatalkan semua tuduhan terhadap mereka dan aktivis hak asasi perempuan lainnya, yang semuanya harus dibebaskan segera dan tanpa syarat.”

Apa latar belakangnya?

Penahanan dimulai bulan Mei tahun lalu, tak lama sebelum larangan mengemudi perempuan dicabut.

Pada saat itu, Kejaksaan Agung mengatakan aktivis perempuan itu diduga membahayakan kepentingan nasional dan “mendukung pihak-pihak bermusuhan di luar negeri”. Beberapa aktivis kemudian dibebaskan.

Empat dari perempuan itu mengaku disiksa di tahanan, sementara saudara lelaki dari seorang aktivis yang dipenjara, Loujain al-Hathloul, baru-baru ini mengatakan kepada CNN bahwa saudara perempuannya mengatakan ia sering dicambuk, dipukuli, disetrum listrik dan dilecehkan secara seksual di ruang bawah tanah yang ia sebut “istana teror “.

Pengakuan al-Hathloul bahwa ia pernah melamar pekerjaan di PBB dijadikan sebagai salah satu dasar dakwaan kepadanya, demikian CNN melaporkan.

Salah satu perempuan yang ditahan adalah pegiat HAM Saudi-Amerika, Samar Badawi, saudara perempuan blogger Raif Badawi yang dipenjara.

Badawi, yang diberi Penghargaan Perempuan Berani Internasional AS pada 2012, dikenal karena menantang sistem perwalian pria Arab Saudi.

Raif Badawi dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan 1.000 cambukan karena “menghina Islam” di dunia maya pada tahun 2014. Istrinya, Ensaf Haidar, tinggal di Kanada dan telah menjadi warga negara Kanada.

Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dan putranya, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, sebelumnya menuai pujian karena dianggap melakukan upaya modernisasi, termasuk pencabutan larangan mengemudi perempuan. Selain itu, tahun lalu perempuan diperbolehkan menonton sepak bola di tiga kota besar: Riyadh, Jeddah, dan Dammam.

Pemerintah juga menyelenggarakan kompetisi olahraga bola basket dan squash untuk perempuan dan mengizinkan perempuan untuk pertama kalinya ikut serta dalam perayaan Hari Nasional.

Namun, para kritikus mengatakan hal itu disertai dengan tindakan keras terhadap orang-orang yang berbeda pendapat. Negara itu kemudian juga dikecam setelah kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul Oktober lalu.

Pada hari Kamis, pelapor khusus PBB untuk eksekusi di luar proses peradilan, Agnes Callamard, mengatakan persidangan rahasia kerajaan untuk 11 tersangka yang dituduh dalam pembunuhan Khashoggi tidak memenuhi standar internasional, menurut laporan Reuters.

sumber  : bbc 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.