Header Ads



Sarjana Ini Kerjanya Serabutan

LINTAS PUBLIK, DI era digitalisasi seperti ini, tak ada jaminan sarjana mudah mendapatkan pekerjaan. Apalagi hidup di kota metropolitan seperti Jakarta. Sepotong kalimat ini meluncur dari mulut Suyatno,41, sarjana muda keuangan. Dia lulusan dari akademi perbankan ternama di Jakarta 18 tahun silam.

Ratusan lamaran sudah dia layangkan untuk mendapatkan pekerjaan layak sesuai disiplin ilmu yang dimilikinya. Namun garis hidupnya berkata lain.

Dia kini malah kerja serabutan, mulai jadi tukang bangunan, pemulung, penjual kopi keliling hingga ojek online, dilakoni demi hidup di ibukota. “Dulu, saya kuliah biar dapat hidup layak, ternyata susahnya minta ampun mendapatkan pekerajaan,” ujarnya.

Suyatno, pengojek online pekerja keras.
Suyatno menceritakan perjalanan hidupnya di Pospol Monas Timur saat menunggu orderan ojek online. Gagal bekerja di kantoran, tak membuatnya putus asa. Dia banting setir menjadi kenek bangunan.

Pekerjaan kasar ini dilakoninya lebih tiga tahun hingga Suyatno meminang gadis pujaannya. Meski telah menyandang status suami, dia dan istrinya masih menumpang hidup bersama orang tuanya di kawasan Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.

Seiring perjalanan waktu dan semakin tumbuh besar dua anak gadisnya, dia lalu beralih menjadi pemulung sekaligus penjual kopi keliling. Meski putra asli Betawi, dia tak malu mengais rejeki seperti itu. “Kenapa malu? Yang penting halal buat anak istri. Kalau merampok, korupsi itu baru malu!” ujarnya.

Dari pekerjan inilah ekonomi keluarganya sedikit demi sedikit mengalami perubahan. Dia mampu kredit motor. Dengan kendaraan itulah Suyatno keliling menjajakan kopi, rokok, dan makanan ringan lainnya. Sesekali dia juga menjual atribut Persija, bila klub ibukota ini bertanding di Stadion Bung Karno, Senayan.

20 TAHUN

Usai pertandingan, dia memunguti botol plastik dan kardus lalu dijual ke penampungan. “Alhamdulillah, sekarang punya tabungani,” katanya.

Suyatno juga kerap menjadi pemulung dadakan saat kawasan Monas dibanjiri pendemo sambil berdagang kopi. Seiring semakin jarangnya aksi demontrasi dan makin banyak penjual kopi keliling, penghasilannya pun berkurang.

Padahal dia sudah menggeluti pekerjan itu selama 20 tahun lebih. Dia banting setir jadi peng
ojek online. Namun pekerjaan sampingan tidak ditinggalkan.

Setahun ditekuni, penghasilannya kembali normal. Dia mengaku sehari dapat mengantongi Rp200.000 bersih. Apalagi pelanggannya banyak dari kalangan polisi.

Dia selalu diberi uang lebih bila mengantarkan polisi dari Monas ke Polres Jakarta Pusat atau ke Polsek Gambir. “Mereka sudah kenal, setiap ada demo di kawasan Monas, pasti saya ada,” tuturnya.

Berkat keuletannya mengais reziki halal, Tuhan pun mengabulkan doanya. Selama ini dia selalu berdoa agar diberikan rezeki untuk memiliki rumah. “Alhamdulillah doa saya diizabah Allah, kini saya punya rumah di kawasan Senen,” ujarnya bangga.

Sumber   : poskota 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.