Header Ads



Suap antara Pengusaha dan Pejabat Bakamla Diduga Libatkan Perantara

LINTAS PUBLIK -JAKARTA, Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah diduga melibatkan perantara dalam berhubungan dengan pejabat Badan Keamanan Laut Eko Susilo Hadi.

Fahmi kini berstatus tersangka karena diduga menyuap pejabat Bakamla dalam proyek pengadaan monitoring satelit.


"Pak Fahmi tidak ada berhubungan dengan Bakamla, kalau itu melalui orang lain," ujar pengacara Fahmi, Maqdir Ismail, saat ditemui di Gedung KPK Jakarta, Jumat (6/1/2017).

Menurut Maqdir, salah satu yang disebut oleh kliennya sebagai perantara adalah Fahmi Habsyi.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Fahmi Habsyi. Namun, Fahmi Habsyi belum hadir memenuhi pemanggilan KPK.

"Pak Fahmi Darmawansyah hampir tidak pernah berhubungan dengan orang-orang di Bakamla. Dia lebih banyak berhubungan dengan Fahmi  Habsyi ini," kata Maqdir.

KPK menetapkan Fahmi Darmawansyah dan dua karyawannya sebagai tersangka. Penetapan tersebut terkait suap dalam proyek pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut.

Namun, saat operasi tangkap tangan dilakukan, Fahmi tengah berada di Belanda. Fahmi kembali ke Indonesia setelah mendapat kabar bahwa dirinya ditetapkan sebagai tersangka.

Fahmi dan dua pegawainya, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, diduga memberikan suap sebesar Rp 2 miliar kepada Eko Hadi Susilo yang merupakan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla.

Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, uang Rp 2 miliar yang ditemukan petugas KPK diduga terkait pengadaan alat monitoring satelit di Bakamla.

Anggaran proyek senilai Rp 200 miliar itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.

Dalam kasus ini, Eko Susilo merupakan pelaksana tugas Sekretaris Utama Bakamla, yang diberikan kewenangan sebagai kuasa pengguna anggaran.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Eko Susilo, Adami Okta, Hardy dan Fahmi Darmawansyah telah ditahan untuk kepentingan penyidikan KPK.


Editor      : tagor
Sumber    : kompas

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.