Bayi di Bekasi Tewas, Diduga akibat Diberi Antibiotik
LINTAS PUBLIK - BEKASI, Falya Rafani (1) tewas ketika menjalani pengobatan di Rumah Sakit Awal Bros, Bekasi, Minggu (1/11/2015).
Ayah Falyaa, Ibrahim (36) menduga anaknya meninggal karena kelalaian dokter atau malpraktik di rumah sakit tersebut. Ibrahim mengatakan, tidak sembarangan menuduh pihak rumah sakit lalai. Dia pun menceritakan proses pengobatan Falya di rumah sakit itu.
"Awalnya anak saya sakit muntah dan buang air besar terus. Masuk ke RS Awal Bros hari Rabu (28/10/2015). Kata dokter, anak saya dehidrasi ringan dan diinfus. Mereka juga berikan obat penurun demam," ujar Ibrahim ketika dihubungi, Minggu (1/11/2015).
Ibrahim senang karena keesokan harinya, kondisi Falya sudah lebih baik. Falya sudah mulai mau makan dan terlihat ceria. Padahal, sebelumnya Falya tidak mau makan apapun.
Masih pada hari yang sama, kata Falya, dokter kembali memeriksa kondisi Falya. Ibrahim mengatakan, dokter yang memeriksa Falya bernama Yeni.
"Dokter bilang kalau ada apa-apa temui di klinik. Pukul 12.30 WIB sempat saya tinggal pergi. Pukul 15.30 WIB saya kembali ke rumah sakit, anak saya sudah kehilangan kesadaran," ujar Ibrahim.
Kondisi fisik Falya sudah berbeda. Perut Falya kembung, tubuhnya muncul bercak merah, bibirnya membiru, dan mulut Falya berbusa.
Belakangan, Ibrahim mengetahui bahwa sekitar pukul 13.00 WIB, infus Falya diganti dengan antibiotik.
Ibrahim mengatakan, sebelumnya tidak ada penjelasan kenapa infus putrinya harus diganti dengan antibiotik. Selain itu juga, Falya belum dilakukan skin test.
Panik melihat kondisi Falya, Ibrahim langsung mencari pertolongan.
"Saya panggil dokter, pertama mereka cuma periksa dengan stetoskop dan enggak balik-balik lagi. Setelah itu saya marah-marah. Baru kemudian diperiksa oleh dokter jaga dan dua perawat dengan seksama. Mereka baru sadar kalau anak saya kritis," ujar Ibrahim.
Ibrahim mengatakan, dirinya, dokter, dan perawat langsung panik. Dokter dan perawat sibuk memasang oksigen dan pengukur detak jantung. Ibrahim sempat melihat ada perawat yang ingin menyuntikan obat penurun panas.
"Tapi tidak jadi setelah saya cegah. Detak jantung enggak ada ginimau disuntikkan Sanmol. Setelah itu baru mereka pasang alat bantu dan segala macam," ujar dia.
Setelah dokter Yeni kembali, Falya akhirnya dibawa ke ruang ICU. Ibrahim kecewa karena tidak ada pengawasan ketika anaknya diberi antibiotik.
Alergi antibiotik
Ibrahim mengatakan, kematian anaknya akibat syokanafilatik atau alergi antibiotik. Meski demikian, pihak rumah sakit bersikeras mengatakan bahwa penyebabnya bukanlah antibiotik. Melainkan karena bakteri.
"Saat ketemu di ruang ICU, Dokter Yeni Abbas bilang tenang saja. Ini bukan karena antibiotik. Dia bilang dia pernah menangani yang lebih berat daripada ini," ujar Ibrahim. Jumat
(30/10/2015), kondisi Falya masih kritis. Ibrahim berinisiatif untuk mempertanyakan peluang hidup anaknya kepada dokter.
"Tapi itu juga tidak menghasilkan apa-apa karena mereka defensif. Mereka bilang anak saya kodisinya memburuk karena kuman di perut dan flek di paru-paru. Mereka hanya bilang akan menangani semaksimal mungkin," ujar Ibrahim.
Falya meninggal pada Minggu (1/11/2015) pagi. Ibrahim mengatakan, sampai keluar dari rumah sakit, pihak RS tidak pernah menjelaskan penyebab kematian anaknya.
Hal yang aneh, kata Ibrahim, dia juga tidak ditagih biaya pengobatan apapun. Kecuali biaya awal yang dia keluarkan ketika masuk rumah sakit. "Pihak rumah sakit tidak menagih pembayaran. Hanya keluar deposit awal Rp 1,5 juta saja," ujar dia.
Penjelasan rumah sakit
Tidak banyak penjelasan yang bisa disampaikan oleh pihak RS Awal Bros. Manajer Pemasaran RS Awal Bros, Yadi Haryadi, mengatakan instansinya masih mendalami kondisi pasien.
Selain itu, mereka juga akan memeriksa kembali prosedur pemeriksaan dan kondisi klinis Falya selama di rumah sakit.
"Nanti hasilnya akan segera kita sampaikan ke pihak keluarga. Saya sendiri belum tahu hasilnya karena memang masih dalam proses pendalaman oleh pihak kami," ujar Yadi.
Editor : tagor
Sumber : kompas
Ayah Falyaa, Ibrahim (36) menduga anaknya meninggal karena kelalaian dokter atau malpraktik di rumah sakit tersebut. Ibrahim mengatakan, tidak sembarangan menuduh pihak rumah sakit lalai. Dia pun menceritakan proses pengobatan Falya di rumah sakit itu.
"Awalnya anak saya sakit muntah dan buang air besar terus. Masuk ke RS Awal Bros hari Rabu (28/10/2015). Kata dokter, anak saya dehidrasi ringan dan diinfus. Mereka juga berikan obat penurun demam," ujar Ibrahim ketika dihubungi, Minggu (1/11/2015).
Ibrahim senang karena keesokan harinya, kondisi Falya sudah lebih baik. Falya sudah mulai mau makan dan terlihat ceria. Padahal, sebelumnya Falya tidak mau makan apapun.
Masih pada hari yang sama, kata Falya, dokter kembali memeriksa kondisi Falya. Ibrahim mengatakan, dokter yang memeriksa Falya bernama Yeni.
"Dokter bilang kalau ada apa-apa temui di klinik. Pukul 12.30 WIB sempat saya tinggal pergi. Pukul 15.30 WIB saya kembali ke rumah sakit, anak saya sudah kehilangan kesadaran," ujar Ibrahim.
Kondisi fisik Falya sudah berbeda. Perut Falya kembung, tubuhnya muncul bercak merah, bibirnya membiru, dan mulut Falya berbusa.
Belakangan, Ibrahim mengetahui bahwa sekitar pukul 13.00 WIB, infus Falya diganti dengan antibiotik.
Ibrahim mengatakan, sebelumnya tidak ada penjelasan kenapa infus putrinya harus diganti dengan antibiotik. Selain itu juga, Falya belum dilakukan skin test.
Panik melihat kondisi Falya, Ibrahim langsung mencari pertolongan.
"Saya panggil dokter, pertama mereka cuma periksa dengan stetoskop dan enggak balik-balik lagi. Setelah itu saya marah-marah. Baru kemudian diperiksa oleh dokter jaga dan dua perawat dengan seksama. Mereka baru sadar kalau anak saya kritis," ujar Ibrahim.
Ibrahim mengatakan, dirinya, dokter, dan perawat langsung panik. Dokter dan perawat sibuk memasang oksigen dan pengukur detak jantung. Ibrahim sempat melihat ada perawat yang ingin menyuntikan obat penurun panas.
![]() |
ilustrasi |
Setelah dokter Yeni kembali, Falya akhirnya dibawa ke ruang ICU. Ibrahim kecewa karena tidak ada pengawasan ketika anaknya diberi antibiotik.
Alergi antibiotik
Ibrahim mengatakan, kematian anaknya akibat syokanafilatik atau alergi antibiotik. Meski demikian, pihak rumah sakit bersikeras mengatakan bahwa penyebabnya bukanlah antibiotik. Melainkan karena bakteri.
"Saat ketemu di ruang ICU, Dokter Yeni Abbas bilang tenang saja. Ini bukan karena antibiotik. Dia bilang dia pernah menangani yang lebih berat daripada ini," ujar Ibrahim. Jumat
(30/10/2015), kondisi Falya masih kritis. Ibrahim berinisiatif untuk mempertanyakan peluang hidup anaknya kepada dokter.
"Tapi itu juga tidak menghasilkan apa-apa karena mereka defensif. Mereka bilang anak saya kodisinya memburuk karena kuman di perut dan flek di paru-paru. Mereka hanya bilang akan menangani semaksimal mungkin," ujar Ibrahim.
Falya meninggal pada Minggu (1/11/2015) pagi. Ibrahim mengatakan, sampai keluar dari rumah sakit, pihak RS tidak pernah menjelaskan penyebab kematian anaknya.
Hal yang aneh, kata Ibrahim, dia juga tidak ditagih biaya pengobatan apapun. Kecuali biaya awal yang dia keluarkan ketika masuk rumah sakit. "Pihak rumah sakit tidak menagih pembayaran. Hanya keluar deposit awal Rp 1,5 juta saja," ujar dia.
Penjelasan rumah sakit
Tidak banyak penjelasan yang bisa disampaikan oleh pihak RS Awal Bros. Manajer Pemasaran RS Awal Bros, Yadi Haryadi, mengatakan instansinya masih mendalami kondisi pasien.
Selain itu, mereka juga akan memeriksa kembali prosedur pemeriksaan dan kondisi klinis Falya selama di rumah sakit.
"Nanti hasilnya akan segera kita sampaikan ke pihak keluarga. Saya sendiri belum tahu hasilnya karena memang masih dalam proses pendalaman oleh pihak kami," ujar Yadi.
Editor : tagor
Sumber : kompas
Tidak ada komentar