Apa itu “HUKUM”.?
LINTAS PUBLIK - Apa itu “HUKUM”.? Judul tulisan ini adalah sebuah pertanyaan pembuka ketika memfasilitasi Pendidikan Hukum Kritis (PHK) 28-30 Maret lalu di Tapin Bini Kab.Lamandau Kalteng. Pertanyaan singkat dan kelihatan sederhana ini rupanya memiliki jawaban yang sangat beragam dan tajam dari peserta training yang kebanyakan pengurus adat dan tokoh masyarakat.
Untuk mendapatkan input yang lebih beragam dan sejauhmana pemahaman peserta tentang hukum,saya berujicoba menggunakan teknik pemetaan pikiran (mind map) sebagai sarananya. Caranya peserta menuliskan saja pengertian hukum menurut mereka dengan tulisan HUKUM dilingkaran tengahnya, dan lingkaran selanjutnya adalah pendalaman penertian hukum menurut mereka. Yang menariknya saya menambahkan aturan tutup mulut bagi semua peserta, mereka hanya menulis saja dalam kelompok yang sudah dibagi tiga.
Hasilnya, sebagai sebuah informasi dasar tentang pengertian hukum menurut peserta ternyata memang beragam. Ada yang menyebut HUKUM sebagai adat, aturan, keadilan, tertulis dan tak tertulis, tidak adil, dan banyak lagi. Dan memang tujuan saya ialah agar mereka bisa menyebutkan pengertian hukum menurut pandangan peserta sendiri.Membongkar pandangan masyarakat awam mengenai hukum bukanlah pekerjaan mudah, karena selain kurangnya informasi mengenai hukum untuk mereka, disisi lain kuatnya dominasi negara untuk menggiring definisi HUKUM=Tertulis atau Hukum adalah produk perundang-undangan membuat peserta pelatihan inipun larut dalam definisi hukum menurut negara (pemerintah).
Menurut sejarahnya, Hukum diyakini sebagai sebuah norma sosial hasil kesepakatan masyarakat untuk menjaga ketertiban (pergaulan) sosialnya. DR.Shidarta,pemikir hukum dari Univ.Tarumanegara mengilustrasikan sejarah hukum dengan mengambil contoh seorang laki-laki yang tinggal sendirian di sebuah pulau. Karena hanya seorang diri, lelaki ini tidak berkomunikasi dan bertemu dengan orang lain otomatis tiada nilai atau aturan yang perlu dibuat disana. Nah, pada suatu ketika datang sebuah kapal ke pulau itu dan lelaki ini berkenalan dengan seorang gadis dan hidup bersama selanjutnya mulai ada hal yang perlu diatur disana. Semakin hari semakin ramai orang datang kepulau itu dan beragam kepentingan dan persoalan kemudian muncul. Nah, pada saat itulah diperlukan sebuah aturan,nilai ataupun apapun namanya untuk menjaga keselarasan hubungan antar orang-orang dipulau itu. Dan aturan tersebut mereka sendiri yang menyepakatinya dan itulah awal mula HUKUM.
Namun seiring munculnya organisasi negara, maka pengertian hukum mengalami perubahan. Hukum yang hakikat dasarnya adalah lahir dari kesepakatan masyarakat untuk ketertiban sosialnya sekarang berubah menjadi hanya perintah penguasa yang berupa undang-undang tertulis. Hukum yang semestinya adalah tertib sosial kini menjadi tertib hukum tok seiring menguatnya paham berpikir positivisme oleh kaum lege.
Sacipto Rahardjo dalam bukunya "Ilmu Hukum" mengatakan bahwa hampir mustahil mendefinisikan hukum secara secara pasti atau bulat. Karena, hukum memang tidak berdiri sendiri,hukum tidak murni, hukum itu dipengaruhi banyak elemen lain. Sehingga jika HUKUM hanya didefinisikan sebagai produk perundangan atau perintah penguasa seperti saat ini,hal tersebut tentunya menyalahi sejarah terbentuknya hukum itu sendiri.
Peserta pelatihan kali ini memang sempat terbengong-bengong ketika saya berbagi cerita soal sejarah hukum itu ada. Malah tambah puyeng ketika saya lagi-lagi menjungkir-balikan pandangan mereka soal pengertian hukum yang sama seperti banyak orang dinegeri ini yang melihat hukum hanya Undang-undang.
Saya sekali lagi beruntung, karena 2 orang peserta training ini adalah mantan anggota DPRD sehingga saya memiliki kesempatan untuk menggali pemahaman mereka tentang hukum sehingga peserta lain mendapat gambaran apa itu hukum versi mantan pembuat hukum.
Selain menyoal definisi hukum, training ini melihat sumber hukum,bentuk hukum, klasifikasi dan penegaknya. Dan tentu saja saya selalu mengkomparasi elemen diatas menurut Negara dan Masyarakat Adat. Karena, jika meurujuk kepada hukum versi negara tidak akan ada Hukum adat karena dianggap bukan hukum melainkan hanya sebuah kebiasaan.
Pelatihan ini tidak hanya membongkar pemahaman peserta tentang hukum, tetapi juga memberi kesempatan agar masyarakat mampu membuat pilihan-pilihan hukum yang terbaik bagi nya.
Untuk mendapatkan input yang lebih beragam dan sejauhmana pemahaman peserta tentang hukum,saya berujicoba menggunakan teknik pemetaan pikiran (mind map) sebagai sarananya. Caranya peserta menuliskan saja pengertian hukum menurut mereka dengan tulisan HUKUM dilingkaran tengahnya, dan lingkaran selanjutnya adalah pendalaman penertian hukum menurut mereka. Yang menariknya saya menambahkan aturan tutup mulut bagi semua peserta, mereka hanya menulis saja dalam kelompok yang sudah dibagi tiga.
Hasilnya, sebagai sebuah informasi dasar tentang pengertian hukum menurut peserta ternyata memang beragam. Ada yang menyebut HUKUM sebagai adat, aturan, keadilan, tertulis dan tak tertulis, tidak adil, dan banyak lagi. Dan memang tujuan saya ialah agar mereka bisa menyebutkan pengertian hukum menurut pandangan peserta sendiri.Membongkar pandangan masyarakat awam mengenai hukum bukanlah pekerjaan mudah, karena selain kurangnya informasi mengenai hukum untuk mereka, disisi lain kuatnya dominasi negara untuk menggiring definisi HUKUM=Tertulis atau Hukum adalah produk perundang-undangan membuat peserta pelatihan inipun larut dalam definisi hukum menurut negara (pemerintah).
Menurut sejarahnya, Hukum diyakini sebagai sebuah norma sosial hasil kesepakatan masyarakat untuk menjaga ketertiban (pergaulan) sosialnya. DR.Shidarta,pemikir hukum dari Univ.Tarumanegara mengilustrasikan sejarah hukum dengan mengambil contoh seorang laki-laki yang tinggal sendirian di sebuah pulau. Karena hanya seorang diri, lelaki ini tidak berkomunikasi dan bertemu dengan orang lain otomatis tiada nilai atau aturan yang perlu dibuat disana. Nah, pada suatu ketika datang sebuah kapal ke pulau itu dan lelaki ini berkenalan dengan seorang gadis dan hidup bersama selanjutnya mulai ada hal yang perlu diatur disana. Semakin hari semakin ramai orang datang kepulau itu dan beragam kepentingan dan persoalan kemudian muncul. Nah, pada saat itulah diperlukan sebuah aturan,nilai ataupun apapun namanya untuk menjaga keselarasan hubungan antar orang-orang dipulau itu. Dan aturan tersebut mereka sendiri yang menyepakatinya dan itulah awal mula HUKUM.
Namun seiring munculnya organisasi negara, maka pengertian hukum mengalami perubahan. Hukum yang hakikat dasarnya adalah lahir dari kesepakatan masyarakat untuk ketertiban sosialnya sekarang berubah menjadi hanya perintah penguasa yang berupa undang-undang tertulis. Hukum yang semestinya adalah tertib sosial kini menjadi tertib hukum tok seiring menguatnya paham berpikir positivisme oleh kaum lege.
Sacipto Rahardjo dalam bukunya "Ilmu Hukum" mengatakan bahwa hampir mustahil mendefinisikan hukum secara secara pasti atau bulat. Karena, hukum memang tidak berdiri sendiri,hukum tidak murni, hukum itu dipengaruhi banyak elemen lain. Sehingga jika HUKUM hanya didefinisikan sebagai produk perundangan atau perintah penguasa seperti saat ini,hal tersebut tentunya menyalahi sejarah terbentuknya hukum itu sendiri.
Peserta pelatihan kali ini memang sempat terbengong-bengong ketika saya berbagi cerita soal sejarah hukum itu ada. Malah tambah puyeng ketika saya lagi-lagi menjungkir-balikan pandangan mereka soal pengertian hukum yang sama seperti banyak orang dinegeri ini yang melihat hukum hanya Undang-undang.
Saya sekali lagi beruntung, karena 2 orang peserta training ini adalah mantan anggota DPRD sehingga saya memiliki kesempatan untuk menggali pemahaman mereka tentang hukum sehingga peserta lain mendapat gambaran apa itu hukum versi mantan pembuat hukum.
Selain menyoal definisi hukum, training ini melihat sumber hukum,bentuk hukum, klasifikasi dan penegaknya. Dan tentu saja saya selalu mengkomparasi elemen diatas menurut Negara dan Masyarakat Adat. Karena, jika meurujuk kepada hukum versi negara tidak akan ada Hukum adat karena dianggap bukan hukum melainkan hanya sebuah kebiasaan.
Pelatihan ini tidak hanya membongkar pemahaman peserta tentang hukum, tetapi juga memberi kesempatan agar masyarakat mampu membuat pilihan-pilihan hukum yang terbaik bagi nya.
Tidak ada komentar