Header Ads



Banyak Parpol Menolak, Wacana ‘Coblos Parpol Bukan Caleg’ Diprediksi Pupus

Jakarta, Mayoritas partai politik (Parpol) dinilai menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup atau hanya mencoblos logo partai. Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menyebut, ada kemungkinan wacana ini akan hilang.

“Sejauh ini wacana proporsional tertutup belum dibahas di DPR, hanya sebatas perang opini publik di media sosial. Mayoritas kekuatan Senayan menolak yang bisa jadi indikasi ini bakal hangus di tengah jalan,” katanya saat dihubungi, Minggu (1/1/2022).

Ilustrasi
Menurutnya, wacana kembali ke sistem proporsional tertutup pernah dibahas oleh DPR. Namun, mayoritas fraksi menolak sistem tersebut.

“Dulu begitu, mayoritas fraksi menolak proporsional tertutup. Masalahnya wacana ini muncul kembali padahal tak pernah ada pembahasan di DPR sepanjang periode 2019-2024. Jika mau mengubah proporsional terbuka jadi proporsional tertutup harus ke MK,” katanya.

“Tinggal diuji di MK terkabul atau tidak. Dari beberapa pengalaman MK berulangkali menolak gugatan soal ini,” ucapnya.

Menurut peneliti dari UIN Syarif Hidayatullah itu, partai kaderisasi seperti PDIP dan PKS, cenderung setuju sistem proporsional tertutup.

“Ini isu lama yang seringkali ditolak parlemen setiap ada pembahasan karena mengebiri demokrasi. Sementara partai yang kaderisasinya terbuka, alias siapapun boleh jadi caleg meski bukan kader, cenderung menolak proporsional tertutup,” katanya.

Menurut Adi, salah satu maksud proporsional tertutup agar partai melakukan kaderisasinya dengan baik. Namun, yang menurutnya menjadi masalah adalah penentuan caleg terpilih berdasarkan nomor urut teratas.

"Yang menjadi masalah karena penentuan caleg terpilih berdasarkan nomor urut teratas caleg terutama nomor urut satu dan dua, bukan berdasar suara mayoritas tanpa melihat nomor urut. Ini yang fatal,” katanya.

Tak Sepakat Soal proporsional Tertutup

Adi pun merasa aneh dengan munculnya kembali wacana tersebut. Terlebih, wacana itu dilontarkan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Ini memang sebatas wacana tapi bikin publik curiga ke KPU mengapa hanya wacana ini yang dihembuskan, sementara yang lain tak diwacanakan,” katanya.

Dia sendiri tak sepekat dengan sistem proporsional tertutup. Menurutnya, sistem itu seperti membeli kucing dalam karung.

“Secara substansi proporsional tertutup mengembalikan rezim membeli kucing dalam karung, anggota dewan terpilih bukan pilihan rakyat, tapi selera partai. Ini mirip-mirip praktik politik zaman jahiliyah, mundur jauh ke belakang, dan mengebiri demokrasi,” katanya detik.com/t


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.