Header Ads



Syarif, dari Jalanan kini Duduk di Kursi Empuk DPRD DKI

LINTAS PUBLIK, Syarif  lelaki yang lebih banyak hidup di jalanan dan aktif memperjuangkan kesejahteraan rakyat kecil, akhirnya dipilih rakyat untuk menjadi anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019.

Dia merupakan salah satu politikus bermodal cekak yang berhasil melenggang ke ‘Gedung Kebon Sirih’. Kisah perjalanan hidupnya mulai dari jalanan yang susah sampai sukses duduk di kursi empuk di lembaga terhormat bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi pembaca rubrik Kisi-Kisi Pos Kota.

Pria berdarah Cirebon yang lahir dan besar di Kemayoran Ketapang, Jakarta Pusat, sejak muda memang sudah aktif di berbagai organisasi. Sejak lulus dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang sekarang bernama UIN Syarif Hidayatullah tahun 1993, Syarif lebih banyak hidup di jalanan dan menjadi aktivis.

BACA JUGA  Paskah, Paus Sebut Hukuman Mati Tak Sesuai Ajaran Kristen

Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Syarif.
“Sejak mahasiswa saya juga sudah aktif berorganisasi dan ikut melakukan aksi tolak SDSB di Depsos tahun 1992,” ujar Syarif, 48 tahun, di kediamannya wilayah Jakarta Timur, kemarin.

Pada dekade 90-an Syarif aktif di beberapa organisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menyuarakan hak rakyat kecil, antara lain Masyarakat Profesional untuk Demokrasi (MPD), Pusat Pengkajian Jakarta (PPD), dan ikut mendirikan Partai Buruh mendukung tokoh buruh Mochtar Pakpahan, dan sebagainya.

Selama aktif di berbagai organisasi tersebut bukan bertujuan mendapatkan uang melainkan membantu memperjuangkan rakyat akar rumput dari ketidakadilan. “Saya sering terobsesi membantu kaum marginal yang terpinggirkan oleh program pemerintah,” kata Syarif yang juga ikut melakukan demo menumbangkan pemerintahan Soeharto pada tahun 1998.

Sejak itu, Syarif mulai melirik partai politik, namun belum ada parpol yang terasa pas di hati, makanya dia berpolitik di multi partai. Kegiatan berpartai terpaksa dihentikan sementara karena dia terpilih menjadi anggota Panitia Pemilihan Daerah (PPD) tingkat I yang sekarang bernama KPU DKI Jakarta.

Pada tahun 2003 sampai beberapa tahun ke depan menjadi anggota KPU Jakarta Pusat. Dari situlah dia ketemu dengan Mohammad Taufik yang saat itu menjadi Ketua KPU DKI. Syarif banyak belajar dari Taufik yang mana setelah tidak berkiprah di KPU, mendirikan LSM Pusat Pengkajian Jakarta (PPJ).

Pada tahun 2008, lahirlah Partai Gerindra besutan Prabowo Subianto dan M. Taufik terpilih menjadi ketua DPD Gerindra DKI Jakarta. “Saya pun masuk menjadi pengurus partai pada tahun itu juga,” ujar Syarif yang membina rumah tangga bersama Siti Hazaroh dan dikarunia tiga anak.

Setahun kemudian dia ikut maju sebagai calon legislatif (caleg) DPRD DKI periode 2009-2014, namun dia kalah dan kembali menekuni LSM yang sering mengkritisi kinerja Pemprov DKI. Lima tahun kemudian, Syarif maju lagi sebagai caleg dan terpilih menjadi anggota DPRD DKI periode 2014-2019.

Pada waktu itu, dia merupakan salah satu caleg yang bermodal pas-pasan, bahkan sempat menggadaikan motor buat kampanye. Polotisi dari Dapil 6 Jaktim ini lebih banyak bermodal di bidang advokasi masyarakat dibanding uang. Oleh karena itu, dia dikenal cerewet, kritis, dan pedas kepada pemerintah saat membela wong cilik.

Sudah hampir empat tahun Syarif menjadi anggota DPRD dan sebagai Sekretaris Komisi A. “Sebagai orang yang banyak hidup di jalanan, saya akan terus berjuang menaikkan harkat martabat kaum marginal,” papar Syarif yang selalu kritis terhadap program pemerintah menyangkut penggusuran dan razia PKL.

Dia pula yang sempat melawan Satpol PP saat bentrok pada penertiban PKL di kawasan Kalibata tahun 2016. Syarif kini tengah menikmati hidup sukses sebagai anggota dewan yang berpenghasilan resmi lebih dari Rp 100 juta/bulan.


Sumber   : poskota

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.