Header Ads



'Jihad, way of life', Tuhan Belum Membalas?

Nas: Mazmur 5:11 “Biarlah mereka menanggung kesalahan mereka, ya Allah, biarlah mereka jatuh karena rancangannya sendiri; buanglah mereka karena banyaknya pelanggaran mereka, sebab mereka memberontak terhadap Engkau."

Teror bom di Gereja Oikumene Samarinda Kaltim yang dipakai bergilir oleh HKBP Samarinda Seberang telah merengut empat anak yang tengah berada di depan gereja itu seusai Ibadah Minggu 13 November 2016 pukul 10.10 wita. Para korban itu adalah: (1) Intan Olivia Banjarnahor (2,5 tahun), yang meninggal pada Senin 14 November 2016 dini hari akibat luka bakar sekucur tubuhnya (2) Triniti Hutahayan (3 tahun) (3) Alfaro Aurelius Tristan Sinaga (4 tahun) dan (4) Anita Kristobel Sihotang (2 tahun) ketiganya masih dirawat intensive.

Ephorus HKBP Pdt. Darwin Lumban Tobing bersama istri menjeguk korban Bom Molotov
di rumah sakit foto FB/  alter Pernando Siahaan
Amat menyedihkan, sebab pelaku bom low explosive itu diduga oleh teroris yang menggunakan kaos bertuliskan 'Jihad, way of life'. Saat ditangkap, mengaku pelaku aksi teror sebelumnya di kasus bom buku di Jakarta 2011 lalu. Presiden Joko Widodo dengan tegas mengatakan kasus ini 'harus diusut secara tuntas' dan meminta kepolisian melakukan 'penegakan hukum yang tegas'. Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj pun 'mengutuk keras peristiwa itu oleh dan atas nama apa pun' itu adalah penistaan kepada agama.

Teriakan Daud di mazmur ini mirip ratapan kita. Daud memohonkan dalam doanya agar Tuhan mendengarkan perkataannya dan mengindahkan keluh kesahnya. Ia meminta tolong di waktu pagi sambil mengaturkan persembahan lalu menunggu balasan Tuhan. Tapi para pembual yang jahat itu sepertinya dibiarkan merajalela.

Tuhan belum membinasakan pembohong itu, padahal Ia jijik melihat penumpah darah dan penipu. Dan amat keji bila ada tokoh agama menuduh, peristiwa bom di Samainda “pengalihan issu” dari kasus demo anarkhis di Jakarta 4 November 206 lalu. Sungguh, perkataan mereka tidak jujur, batin mereka penuh kebusukan, kerongkongan mereka seperti kubur ternganga, lidah mereka merayu-rayu. Masih menyalahkan yang lain dengan kebenciannya membunuhi sesamanya.

Sebaliknya Daud memohon, berkat kasih setia Tuhan di dalam rumahNya dengan sujud menyembah ke arah baitNya, agar Tuhan menuntunnya dalam keadilan. Tidak berlebihan jika Daud memohon:

“Biarlah mereka menanggung kesalahan mereka, ya Allah, biarlah mereka jatuh karena rancangannya sendiri; buanglah mereka karena banyaknya pelanggaran mereka memberontak terhadap Engkau. Tapi semua orang yang berlindung padaMu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu. Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar. Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai.”

Saudaraku. Kita bertanya, mengapa Tuhan membiarkan anak-anak itu mati? Apakah malaikatNya sedang tidak berjaga-jaga? Lalaikah mereka, lalu membiarkan si jahat membunuhi? Nas ini tidak menjawab pertanyaan itu, tapi kita patut melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh mata, yakni bahwa Tuhan sudah menggendong anak-anak sekolah minggu itu ke pangkuanNya. Peristiwa ini menjadi ujian iman bagi kita untuk bermegah dalam kesengsaraan, agar kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.

Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. (Roma 5:3-5). Saat ini kita lemah, tapi Kristus telah mati untuk pengampunan dosa kita. Pengharapan kita melebihi sengsara yang terjadi. Jangan takut beribadah, tapi kuatlah hatimu tetap setia kepadaNya. Amin.


Jakarta. Rabu, 16 November 2016


Tulisan ini dipersembahkan Pdt. M. Frans Ladestam Sinaga di group facebook RUAS NI HKBP NA MASIHAHOLONGAN dengan Judul asli "TUHAN BELUM MEMBALAS?".

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.