Header Ads

Pelayanan Kesehatan Mengecewakan, MPR Akan Tinjau UU Kesehatan

LINTAS PUBLIK, Kasus pelayanan kesehatan yang merugikan pasien masih kerap terjadi. Pasien sering kali merasakan kerugian saat mengadu atau mengajukan gugatan atas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan standar profesi medik.

Terungkap, penyebabnya adalah masih adanya ketidakharmonisan regulasi di bidang kesehatan. Secara substantif, peraturan perundang-undangan masih mengandung inkonsistensi norma pengaturan, khususnya dalam hal hak pasien.

Hal tersebut ditulis Jovita Irawati dalam disertasinya yang berjudul Disharmoni Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kesehatan dan Implikasi Hukumnya Terhadap Praktik Medik dan Eksistensi Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia untuk meraih gelar Doktor dalam Ilmu Hukum dari Universitas Pelita Harapan, Jakarta.

Jovita menyatakan sudah saatnya meneliti kembali peraturan perundang-undangan di Indonesia agar ada keadilan hukum bagi masyarakat, pasien, serta penyedia layanan kesehatan, seperti rumah sakit dan dokter.

Dalam disertasinya, Direktur Administrasi Rumah Sakit Pluit ini mengkaji empat peraturan perundang-undangan yang menyinggung hak pasien, UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

“Undang-undang yang satu menyebutkan seperti ini, yang satu menyatakan hak pasien seperti apa. Tapi ternyata berbeda-beda. Inilah yang menyebabkan kebingungan dari masyarakat. Kami harus melakukan yang seperti apa?,” tutur Jovita usai pengukuhan gelar Doktornya di Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Sabtu (20/2/2016).

Itu sebabnya Jovita mengusulkan pembenahan Undang-Undang Kesehatan.

“Sebaiknya dilakukan pembenahan kembali supaya Undang-Undang Kesehatan itu dilakukan kodifikasi. Misalnya dengan satu UU Kesehatan, di UU itu diatur kembali hak-hak pasien yang sewajarnya seperti apa. Jadi UU-nya melalui satu pintu,” ujar Jovita.

Kajian dan usulan Jovita dalam disertasinya disetujui oleh Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang. Ia menyatakan hukum perlu melindungi dokter dan dokter pun perlu menciptakan aturan hukum yang sehat.

“Keduanya sama-sama penting. Jika memang masih ada ketidakharmonisan antara keduanya, itu adalah bagian dari kurang kuatnya sistem. Jadi dalam pembenahan UU itu diperlukan 5S, Strategy, Structure, Skill, System, Speed and Target," kata Oesman.

Hubungan antara dua bidang ini akan diperbaiki sistemnya. Oleh karena itu, Oesman mengatakan akan mengkaji hal ini di MPR.

“Nantinya akan kami bicarakan di MPR soal ini,” ujar Oesman.


Editor : tagor
Sumber : mpr

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.