Header Ads



Supriyatno Bekerja dengan Hati

Hidup bukanlah pacuan kuda. Seseorang tidak perlu memaksakan diri atau ngoyo untuk mengejar segala hal. Mematok target yang terlampau tinggi dan membabi-buta akan membuat seseorang mudah gagal dan terempas. Terlalu ngoyo juga dapat menyebabkan keberhasilan yang sudah dicapai terlepas dari genggaman.

“Tugas seseorang adalah menyiapkan diri untuk layak menerima sesuatu. Maka temukan iramanya agar kita siap. Irama itu sendiri bisa ditemukan jika kita bekerja dengan hati,” kata Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah (Bank Jateng) Supriyatno di Jakarta, belum lama ini.


Supriyatno, Direktur Utama Bank Jateng
Supriyatno, Direktur Utama Bank Jateng
Bagi Supriyatno, bekerja berdasarkan nurani akan turut menentukan kejujuran, kegigihan, keuletan, dan integritas seseorang. Bekerja dengan hati akan tercermin dalam setiap tindakan.

“Orang lain bisa merasakan kejujuran kita dalam bekerja. Ketika kita bekerja dengan hati, tatapan kita kepada orang lain pun sudah menunjukkan kejujuran kita. Jadi, bekerjalah dengan hati,” ujar eksekutif kelahiran Yogyakarta, 31 Juli 1955 itu.

Supriyatno juga punya filosofi lain yang terbilang unik. Ia selalu menganggap hobi sebagai pekerjaan utama. Sebaliknya, profesinya sebagai bankir hanya merupakan hobi. Alasannya simpel saja. “Hobi adalah wujud eksistensi kita di dunia. Makanya, saya tidak pernah menjauhkan hobi dari pekerjaan,” tutur pencinta musik yang mahir meniup saksofon itu.

Dengan menerapkan filosofi tersebut, Supriyatno mengaku menikmati setiap menit dan hari-harinya selama bekerja. Filosofi itu juga membantunya untuk senantiasa ikhlas mengerjakan segala hal.

“Hasil yang kita peroleh merupakan cermin dari apa yang kita rasakan ketika menjalankannya. Ketika kita merasa terpaksa, tentu hasil yang kita peroleh tidak akan sama dibanding saat kita mengerjakannya dengan sepenuh hati,” paparnya. Berikut wawancara dengannya.

Apa yang membuat Anda tertarik berkarier sebagai bankir?
Saya kira, apa pun profesi dan di mana kita berada itu bukan by accident, tetapi by design. Betul, kalau bankir termasuk posisi yang terhormat. Namun, menurut saya, seorang bankir perlu bertanggung jawab atas kepemimpinan, kejujuran, dan integritas.

Nah, integritas merupakan hal yang terpenting. Secara langsung langsung maupun tidak langsung, bankir dipaksa menjadi orang yang berintegritas. Dari sisi sosial, kami juga menjadi pihak yang memberikan pelayanan. Itulah yang membuat saya menjadi bankir.

Bisa cerita perjalanan karier Anda di Bank Jateng?
Sebelum di Bank Jateng, saya meniti karier di PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai direktur utama. Kemudian pada April 2014 saya bergabung dengan Bank Jateng.

Yang pertama Anda lakukan?
Saya menyadari bahwa penting bagi saya menyerap apa yang ada di dalam. Selain itu, saya harus memikirkan prinsip apa yang perlu saya pegang. Sebab, dalam hidup ini kan kita harus memiliki pegangan hidup yang tidak bisa ditawar.

Pandangan Anda tentang BPD?
BPD adalah sebuah institusi keuangan yang unik. Di samping memiliki tujuan bisnis, BPD berperan sebagai agen pembangunan daerah. Ini yang harus kami sinkronisasikan. Kami enggak bisa hanya memikirkan soal transaksional. Harmonisasi di internal maupun stakeholder (pemangku kepentingan) juga diperlukan.

Bank Jateng merupakan BPD dengan 35 kabupaten/kota dan satu provinsi. Menurut saya, bankir BPD harus memahami kebudayaan setempat. Sebagai orang BPD, kami perlu memperhatikan local wisdom (kearifan lokal). Bagi saya, hal tersebut merupakan sebuah tantangan tersendiri.

Anda punya gaya kepemimpinan seperti apa?
Perbankan adalah industri yang sangat rigid (tegas), very highly regulated. Namun, perbankan juga ibarat dunia yang tidak terlepas dari seni. Misalnya dari cara mengelola. Selama ini saya mengelola bank dengan menggunakan pendekatan seperti bermain musik.

Maksud Anda?
Dalam musik ada tiga unsur, yaitu melodi, ritme, dan harmoni. Itulah yang saya gunakan dalam mengelola sebuah bank. Melodi itu gaya kepemimpinan. Kemudian ritme merupakan speed (kecepatan) dalam menjalankan kepemimpinan. Lalu, di setiap perusahaan, seorang leader (pemimpin) harus dapat menciptakan harmoni.

Nah, bagi saya, membicarakan harmoni tak selalu menggunakan pendekatan seperti musik klasik. Terkadang kita perlu berimprovisasi. Itu hal yang paling penting. Sebab, sebagai pemimpin, kita harus berani mengambil keputusan atau berinovasi. Bahkan, di sisi lain, karwayan juga perlu diberi kesempatan untuk berimprovisasi.

Saya dapat memanusiakan mereka (karyawan) melalui pendekatan seni musik. Pendekatan atau memanusiakan bawahan adalah hal yang penting. Mereka bukan mesin, tetapi individu yang perlu diberi kesempatan untuk berkreasi.

Gaya kepemimpinan seperti itu membuat manajemen lebih solid?
Oh, ya. Di tengah perlambatan ekonomi, terbukti penyaluran kredit kami ada di atas pertumbuhan industri bank. Itu wujud pencapaian karyawan dengan beberapa tugas yang kami berikan.

Cara Anda memilih sumber daya manusia (SDM)?
Kami terbuka. Jadi, kami tidak hanya menerima orang dari Jawa Tengah. Bank Jateng saat ini memiliki sekitar 4.000 karyawan. Adapun dari sisi payment poin on-line bank (PPOB), mesin anjungan tunai mandiri (ATM), dan kantor kas, kami sudah punya 1.000 unit lebih. Perseroan juga memiliki kantor cabang di 35 kabupaten.

Filosofi hidup Anda?
Satu hal, kita jangan pernah membatasi diri dalam sebuah ruang dan waktu. Hidup ini selalu tidak terlepas dari rasionalitas. Tapi, percayalah, dalam hidup ada mekanisme di luar rasionalitas. Nah, itu juga yang mesti kita perhatikan.

Saya tidak pernah berpikir saya akan menjabat sebagai direktur utama di bank. Tapi saya meyakini, jabatan atau posisi akan mendekat kepada kita sesuai integritas yang kita miliki. Sebab, tanggung jawab dan amanat memang akan mendekat kepada orang yang layak.

Apa obsesi Anda yang belum terwujud?
Saya bersama karyawan ingin membawa Bank Jateng menjadi regional bank. Kami harus bisa membuat orang Jateng, ketika baru bangun ataupun hendak tidur, yang terlintas dalam benak mereka adalah Bank Jateng. Kami ingin mencukupi kebutuhan mereka dan menjadi bagian hidup mereka.

Tanggapan Anda tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
Hal yang pasti, kami tidak ingin menjadi bank sangat besar. Namun, perseroan ingin menjadi bank regional yang merupakan national player. Saya kira, kalau hal itu terwujud sudah baik. Konteks national player itu bukan berarti harus membuka cabang di setiap provinsi.

Untuk meningkatkan pelayanan transaksi, kami memutuskan untuk memperkuat permodalan, contohnya melalui penerbitan obligasi subordinasi. Hal itu kami lakukan sebagai persiapan pada 2016 agar kami bisa berlari lebih kencang.

Bank Jateng juga mengupayakan peningkatan SDM dan teknologi informasi (TI). Kemudian, hal yang tidak kalah penting adalah financial inclusion (inklusi keuangan). Kami sudah bekerja sama dengan bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank kredit kabupaten (BKK). Bahkan, kami masuk ke komunitas-komunitas untuk melayani keuangan mikro. Melalui langkah-langkah tersebut, kami berharap terjadi harmonisasi. Antarinstitusi keuangan daerah bisa harmonis. Kami melakukan channeling dengan BKK dan BPR.

Bagaimana dengan rencana initial public offering (IPO)?
Rencana IPO masih sesuai target, yakni pada 2018. Itu terkait keinginan kami masuk bank umum kegiatan usaha (BUKU) III. Dengan naik ke BUKU III, perseroan akan kuat secara kelembagaan. Kemudian, IPO pun berkaitan dengan semangat transparasi. Dengan menjadi perusahaan publik yang sahamnya tercatat di bursa, kami dapat meningkatan good corporate governance (GCG).

Bagi kami, keterbukaan manajemen adalah hal yang sangat penting. Di sisi lain, kami dapat memberikan kesempatan kepada publik untuk mengenyam apa yang dihasilkan Bank Jateng. Dengan posisi return on equity (ROE) sekitar 30 persen, itu sesuatu yang "seksi" kan?

Hal yang tidak kalah penting, Bank Jateng memiliki pemimpin (gubernur Jateng) dengan gaya kepemimpinan yang inovatif. Ini juga berkah bagi perseroan, karena Bank Jateng diberikan kebebasan berinovasi. Ini akan melatih dan memaksa manajemen untuk menunjukkan kualitas yang lebih baik.

Cara Anda membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga?
Kebetulan anak-anak saya sudah dewasa. Bahkan, ada anak saya yang sudah menikah. Anak pertama saya perempuan, berprofesi sebagai pilot. Anak saya yang kedua menggeluti karier di bidang keuangan. Mungkin mengikuti jejak ayahnya. Ha, ha, ha...

Di tengah kesibukan bekerja, tentu saya selalu berupaya untuk tetap berkumpul bersama keluarga. Perlu diingat juga, kita ini bekerja untuk siapa? Untuk keluarga kan?.



Editor     : tagor
sumber  : suarapembaruan

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.