LBH Kecam Tindak Kekerasan Polisi Bubarkan Demo Buruh
LINTAS PUBLIK - JAKARTA , Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan polisi melakukan tindak kekerasan terhadap 25 orang setelah unjuk rasa penolakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan di depan Istana Merdeka pada Jumat, 30 Oktober 2015. Menurut dia, mereka dipukuli dan diseret. Kini, mereka ditetapkan sebagai tersangka.
Tindak kekerasan terjadi saat polisi membubarkan aksi unjuk rasa buruh yang melewati ketentuan batas waktu. Menurut Alghiffari, polisi membubarkan buruh dengan cara memukuli mereka. “Betul buruh melanggar batas waktu, tapi seharusnya polisi tidak melakukan tindak kekerasan untuk membubarkan,” katanya saat dihubungi Sabtu, (31/10/ 2015). Pasalnya, setelah disemprot air, buruh sudah mulai bergerak mundur.
Alghiffari mengatakan 25 orang yang ditangkap terdiri atas 2 pengacara, Tigor Gempita Hutapea dan Obed Sakti Luitnan, serta 23 buruh yang berunjuk rasa kemarin. Tiga orang di antaranya perempuan. Alghiffari mengatakan Tigor dan Obed tertangkap saat mendokumentasikan proses pembubaran massa di depan Istana. “Polisi tak nyaman lalu langsung menangkap dan memukuli mereka di truk menuju Polda Metro,” ujarnya. Dua orang tersebut dibawa ke Polda Metro Jaya bersama 23 orang lainnya untuk diperiksa hingga kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Alghiffari mengatakan para tersangka dijerat tiga pasal KUHP. “Pasal 160, 214, dan 216 KUHP,” tuturnya. Pasal tersebut masing-masing mengenai penghasutan, melawan petugas, dan kejahatan terhadap penguasa umum. Para tersangka masih ditahan di Polda Metro Jaya.
Menurut Alghiffari, kondisi tersangka yang dipukuli beragam, ada yang luka dan lebam. Tigor, yang juga dipukuli di truk, tak mengalami lebam tapi mengeluh sakit pada kepalanya. Alghiffari mengatakan ketiga perempuan yang ditangkap pun tidak luput dari tindak kekerasan. “Tapi tidak terluka parah.”
Ia menyayangkan proses penangkapan dengan cara brutal. “Kami kecewa karena seharusnya tidak boleh ada pemukulan, tapi polisi melakukan itu bahkan setelah penangkapan,” ucapnya. Selain itu, ia merasa kecewa dengan proses pemeriksaan dan penetapan tersangka.
Alghiffari mengatakan pemeriksaan dipenuhi dengan bentakan. Ia juga mengatakan penetapan tersangka tidak sesuai dengan aturan. “Polisi tidak bisa membuktikan dua alat bukti sebagai syarat penetapan tersangka,” katanya.
Karena itu, LBH Jakarta mengecam tindakan polisi yang dinilai represif tersebut. Kecamannya, menurut Alghiffari, belum tentu berakhir di meja hijau. “Kami akan berfokus dulu untuk membebaskan 25 orang ini,” ujar Alghiffari. Saat ini ia masih menunggu keputusan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum.
Editor : tagor
Sumber : tempo
Tindak kekerasan terjadi saat polisi membubarkan aksi unjuk rasa buruh yang melewati ketentuan batas waktu. Menurut Alghiffari, polisi membubarkan buruh dengan cara memukuli mereka. “Betul buruh melanggar batas waktu, tapi seharusnya polisi tidak melakukan tindak kekerasan untuk membubarkan,” katanya saat dihubungi Sabtu, (31/10/ 2015). Pasalnya, setelah disemprot air, buruh sudah mulai bergerak mundur.
![]() |
Buruh melakukan aksi demo di depan Istana Merdeka, Jakarta, 28 Oktober 2015. Dalam aksinya buruh mencabut Peraturan Pemerintah Pengupahan. |
Alghiffari mengatakan para tersangka dijerat tiga pasal KUHP. “Pasal 160, 214, dan 216 KUHP,” tuturnya. Pasal tersebut masing-masing mengenai penghasutan, melawan petugas, dan kejahatan terhadap penguasa umum. Para tersangka masih ditahan di Polda Metro Jaya.
Menurut Alghiffari, kondisi tersangka yang dipukuli beragam, ada yang luka dan lebam. Tigor, yang juga dipukuli di truk, tak mengalami lebam tapi mengeluh sakit pada kepalanya. Alghiffari mengatakan ketiga perempuan yang ditangkap pun tidak luput dari tindak kekerasan. “Tapi tidak terluka parah.”
Ia menyayangkan proses penangkapan dengan cara brutal. “Kami kecewa karena seharusnya tidak boleh ada pemukulan, tapi polisi melakukan itu bahkan setelah penangkapan,” ucapnya. Selain itu, ia merasa kecewa dengan proses pemeriksaan dan penetapan tersangka.
Alghiffari mengatakan pemeriksaan dipenuhi dengan bentakan. Ia juga mengatakan penetapan tersangka tidak sesuai dengan aturan. “Polisi tidak bisa membuktikan dua alat bukti sebagai syarat penetapan tersangka,” katanya.
Karena itu, LBH Jakarta mengecam tindakan polisi yang dinilai represif tersebut. Kecamannya, menurut Alghiffari, belum tentu berakhir di meja hijau. “Kami akan berfokus dulu untuk membebaskan 25 orang ini,” ujar Alghiffari. Saat ini ia masih menunggu keputusan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum.
Editor : tagor
Sumber : tempo
Tidak ada komentar