Header Ads



Memburu Harta Sang Jenderal

LINTAS PUBLIK - Jakarta, Kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) terus bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya serius mempidanakan Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo. Mantan direktur Korlantas Polri yang yang suda dicap sebagai tersangka itu diberondong 'peluru' yang cukup dasyat.
Hingga hari ini, KPK terus memburu harta sang Jenderal. Sejauh ini lembaga pemburu korupsi yang dikomandani Abraham Samad itu telah menyita enam rumah milik Djoko. Keenam rumah itu terdiri dari dua rumah di Kota Solo, tiga di Yogyakarta, dan satu di Semarang.
Rumah Djoko Susilo / Dok. Gatra
"Hari ini terkait dengan kasus DS (Djoko Susilo, red), KPK memasang pelat sita lanjutan di Semarang dan Yogyakarta. Yang terlaksana Solo kemarin, sekarang Semarang dan Yogyakarta," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (14/2/2013).
Johan menambahkan, KPK telah memasang tanda atau plang sita di enam rumah itu pada hari Kamis (14/2). Sebelumnya, penyidik baru memasang plang sita pada dua rumah Djoko Susilo di Solo, Jawa Tengah, Rabu (12/2/2012) lalu.
Rumah pertama, kata Johan, terletak di Jalan Samratulangi, Gremet, Solo, Jawa Tengah. Kedua, di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 70, Sondakan, Laweyan, Solo, Jawa Tengah. Kemudian rumah ketiga, di Jalan Langenastran Kidul dan Jalan Patehan Lor, Alun-alun Selatan, Yogyakarta. Keempat, di Jalan Patehan Lor No 36 A, Yogyakarta. Kelima di Jalan Patehan Lor No 34, Yogyakarta. Keenam, rumah di Bukit Golf, Kelurahan Jangli, Kecamatan Tembalang, Semarang, Jawa Tengah.
Menrut Johan, penyegelan ini dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) proyek simulator SIM 2011. KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka TPPU sejak 9 Januari 2013.
Kasus TPPU ini merupakan pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi simulator SIM. Nilai TPPU yang dilakukan Djoko diduga mencapai Rp 45 miliar. Modus pencucian uang dilakukan, antara lain, melalui pembelian aset berupa properti, baik tanah maupun lahan, dan diatasnamakan kerabat serta orang dekat Djoko. Informasi yang diperoleh Kompas.com dari KPK menyebutkan, nilai aset yang diperoleh sejak 2012 mencapai Rp 15 miliar.
Sementara nilai aset yang diduga diperoleh sejak Djoko saat menjabat Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya sebesar Rp 30 miliar. Nilai aset ini belum termasuk sejumlah lahan di Leuwinanggung, Tapos, Bogor, dan Cijambe, Subang.
Aset tiga rumah di Yogyakarta milik Djoko Susilo yang disita petugas KPK bukan atas namanya sendiri. Rumah yang berada di Jalan Langenarjan No 7 Kraton, Yogyakarta, itu atas nama putrinya, Popi. Setelah dibeli oleh Djoko, rumah jadi tidak terawat, padahal perabot di dalamnya seperti meja, kursi, almari, dan lain-lainya merupakan benda antik, peninggalan pemilik sebelumnya.
Rumah tersebut dibeli Djoko sekitar tahun 2010 lalu seharga Rp 5,5 miliar di dalam kompleks jeron beteng, Jalan Langenastran Kidul dan Jalan Patehan Lor, Alun-alun Selatan, Yogyakarta.
Rumah itu tergolong rumah kuno. Masyarakat setempat menyebut rumah tersebut Dalem Supraban. Sebab, dahulu rumah di kompleks jeron beteng Keraton Yogyakarta tersebut milik Sugeng Suprobo, salah seorang kerabat keraton keturunan Sultan Hamengku Buwono VII.               
Kondisi rumah besar di atas lahan seluas 600 meter persegi tersebut kotor tak terurus. Temboknya mulai berlumut dan halamannya ditumbuhi rumput-rumput liar.
Setengah tahun lalu, petinggi Polri ini kembali membeli sebidang tanah tepat di samping rumahnya di Patehan Lor seharga Rp 350 juta. Namun, setelah dibayar lunas, rumah-rumah tersebut justru tak pernah ditinggali dan ditinggalkan begitu saja.           
Rumah Djoko di Jalan Patehan Lor No 36 A, Yogyakarta, merupakan rumah kuno bekas perajin batik Sastrosengojo yang dibangun tahun 1921. Di depan rumah tersebut masih terdapat sumur serta bekas kolam pencuci kain batik.  Awalnya, rumah itu dimiliki oleh Ariono Abdulka sebelum dibeli Djoko Susilo seharga Rp 3,5 miliar.           
Rumah ini tergolong mewah pada zamannya. Di pintu gerbang terdapat atap dengan ukir-ukiran bertuliskan tahun 1921 serta tulisan tahun renovasi 1988. Kemudian bangunan utama berbentuk limasan dengan kayu gebyok tua di bagian depan. Sementara itu, di sisi kanan dan kirinya terdapat pintu lain.
Halaman rumah ini sangat luas, tetapi ditumbuhi rumput-rumput liar serta penuh dengan dedaunan kering. Tepat di sisi kanan rumah terdapat gang sempit yang menghubungkan ke sebidang tanah dan rumah kecil di belakang. Tak puas dengan rumah besar tersebut, Djoko juga membeli tanah beserta rumah kecil seharga Rp 350 juta yang dulu milik salah seorang warga Patehan Lor.           
Sebelumnya, pada Rabu (13/2), rumah milik Djoko di Jalan Samratulangi, Kampung Gremet RT 1 RW 7, Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Solo, didatangi tim penyidik KPK. Mereka pun langsung memasang papan segel penyitaan rumah mewah ini.
KPK kemudian bergerak ke Kelurahan Bumi, Kecamatan Laweyan, Solo. Pada Kamis (14/2/2013), KPK menyita sebuah rumah mewah di Jalan Perintis Kemerdekaan, dengan disaksikan Suharno, ketua RT setempat. Rumah besar yang dikelilingi tembok setinggi tujuh meter yang lebih mirip benteng itu pun disegel KPK. Nilai rumah ini ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Bagi Indonesian Corruption Watch (ICW), ini menunjukkan bahwa banyak jenderal yang memiliki kekayaan luar biasa. "Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak jenderal yang memiliki kekayaan fantastis. Sedikit demi sedikit proses penyitaan yang dilakukan KPK terhadap aset Djoko membuka harta karun yang bersangkutan," kata Peneliti ICW, Donal Faridz, Kamis (14/2/2013) malam.
Namun, Donal sangat menyayangkan sikap Polri yang sampai saat ini belum membuka nama-nama pemilik rekening gendut. "Kasus rekening gendut kan menjadi bukti, namun sampai sekarang Polri masih tidak mau membuka nama pemilik rekening tersebut walaupun komisi informasi sudah memerintahkan untuk dibuka," pungkasnya.GTR/T

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.