Header Ads

Saksi Notulen Palsu Angkat Bicara

LINTAS PUBLIK - Saksi Notulen Palsu Angkat Bicara. Saksi notulen palsu, Ridwan Yunus SH MM, mantan anggota DPRD kota Pematangsiantar, periode 1999-2004 lalu, angkat bicara alias membuka tabir kasus tersebut, sembari mengucapkan terimaksih kepada pihak Mapolres Simalungun karena telah bekerja sungguh-sungguh hingga berkas perkara kasus itu bisa dilimpahkan kepada pihak Kejari kota Pematangsiantar, Kamis (4/12).

#Ridwan Yunus : Saya Siap Ditembak Mati demi Kebenaran
Kepada Star Pos, Ridwan Yunus menuturkan, munculnya kasus notulensi palsu itu, dimulai dari perseteruan antara manntan Walikota dengan mantan Wakil Walikota, periode 1999-2004, yaitu antara Marim Purba dengan Kurnia Saragih. Sehingga terkuaklah kasus korupsi mantan Walikota Siantar, Marim Purba, yang mana hal itu menjadi topik pembicaraan dan bahkan sampai kepada pembahasan di DPRD Siantar.
Tepatnya pada tanggal 7 Mei 2003 lalu, diadakanlah rapat paripurna DPRD Siantar untuk membahas, apakah Walikota Pematangsiantar, Marim Purba, yang statusnya sebagai tersangka waktu itu, bisa membahas dan membicarakan APBD atau tidak?. Dalam sidang paripurna itu, tidak dihasilkan kesimpulan apapun, sehingga diambillah keputusan bersama untuk mengutus ketua DPRD, Bagian Sitopu berangkat ke Jakarta, demi untuk mendapatkan fatwa dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Masih kata Yunus, Bagian Sitopu pun berangkat, beserta rombongan dan kembali lagi ke kota ini, dalam beberapa waktu berikutnya. Sesampainya di Siantar, ketua DPRD, Bagian Sitopu mengatakan, mereka sudah menemui Mendagri dan telah mengadakan rapat yang menghasilkan keputusan, sehingga diadakan lagi rapat paripurna di gedung DPRD untuk membahas hasil pertemuan dengan Mendagri di Jakarta tersebut.

Kemudian rapat pun diadakan dan pada waktu itu, Ridwan Yunus sendiri datang terlambat lebih kurang 15 menit, dimana begitu dia datang, dibagikan notulen rapat pimpinan DPRD Siantar, dengan Mendagri. Sementara notulen hasil rapat dengan Mendagri itu kop surat atau kepala suratnya dari DPRD Pematangsiantar. “Jikalau saja notulen itu benar-benar dari hasil rapat, dengan Mendagri, maka kops suratnya harus dari kops surat Mendagri. Ridwan Yunus mengaku langsung interupsi dan diikuti oleh anggota DPRD lainnya, yang baru tersadar ketika Ridwan protes.

Setelah adanya interupsi itu, kemudian sidang di skor beberapa saat oleh ketua DPRD Bagian Sitopu. Setelah sidang dilanjutkan, maka dihasilkanlah beberapa point yang diantaranya kembali mengutus ketua DPRD, Bagian Sitopu agar kembali ke Jakarta untuk meminta fatwa Mendagri tentang apakah bisa APBD dibahas, sedangkan status Walikota Marim Purba pada waktu itu sudah sebagai tersangka.

Pimpinan DPRD kemudian berangkat lagi ke Jakarta, dengan tujuan meminta kembali masukan Mendagri. “Dan tidak ada sama sekali hasil rapat DPRD Pematangsiantar untuk menon aktifkan Walikota Marim Purba waktu itu, “katanya tegas. Lebih lanjut kata Ridwan Yunus, ketika di Jakarta, pimpinan DPRD Siantar diminta untuk memberikan notulen asli, hasil rapat paripurna DPRD Siantar, namun tidak ada dibawa. Dari sini kembalilah rombongan ke Siantar, untuk mengambil notulen yang asli, hasil rapat paripurna dan berangkat kembali ke Jakarta.

Anehnya notulen yang di bawa ke Jakarta itu malah salah, satu pointnya berisikan tentang penon aktifan Marim Purba, sebagai Walikota, karena statusnya sebagai tersangka dalam proyek pembangunan kios darurat Pasar Horas. Dan yang lebih aneh lagi, notulen itu tidak ditanda tangani oleh ketua DPRD, Bagian sitopu. Sementara menurut tata tertib (tatib) DPRD, bahwa wewenang untuk meneken surat, dalam hal ini adalah ketua DPRD.

Jadi terjadi sebuah lelucon atau kejanggalan, dimana hasil sidang paripurna DPRD Pematangsiantar yang diserahkan kepada Mendagri adalah notulen yang ditandatangani oleh Lingga Napitupulu yang menjabat sebagai wakil ketua pada waktu itu. Dari sinilah masalah itu notulensi palsu itu muncul, dimana notulen palsu yang ditanda tangani oleh Lingga Napitupulu dan Sujadmiko, sebagai sekretaris DPRD, dibawa ke Jakarta dan di serahkan kepada Mandagri.

Setelah beberapa lama di Jakarta, rombongan pun kembali dan membawa surat pennon aktifan Walikota, Marim Purba yang kemudian dinonaktifkan terkait kasus korupsi pembangunan kios darurat Pasar Horas. “Sebenarnya hal ini merupakan kasus Nasional, jadi banyak yang terkait disini, “ungkap Yunus.

Ditegaskannya, sebenarnya dalam rapat paripurna itu, pihak DPRD Pematangsiantar menghasilkan 3 kesimpulan, dimana pada yang asli itu tidak ada dibahas tentang penon aktifan Walikota, sedangkan pada notulen yang palsu, point 2 terdapat bunyi; mengusulkan pemberhentian sementara atau menindak lanjuti PP Nomor 108 tahun 2002 pasal 25 ayat 4.

Berikut perbandingan antara notulen rapat yang ditanda tangani ketua DPRD Bagian Sitopu (asli);
1. APBD segera dibahas
2. Masalah hasil pertemuan Mendagri diserahkan kepada pimpinan untuk menyurati mendagri
3. Pembahasan APBD tahun 2003 harus dilaksanakan dan dalam waktu yang singkat akan diundang rapat panitia musyawarah.

Tapi pada kenyataannya notulen palsu yang ditandatangani oleh Lingga Napitupulu dan Sujadmiko menghasilkan kesimpulan sebagai berikut;
1. APBD tahun 2003 segera dibahas berpedoman kepada Kepmendagri No 29 tahun 2002.
2. Masalah hasil pertemuan pimpinan dengan Mendagri diserahkan kepada pimpinan untuk menyurati Mendagri mengusulkan pemberhentian sementara atau menindak lanjuti PP Nomor 108 tahun 2002 pasal 25 ayat 4.
3. Pembahasan APBD 2003 harus dilaksanakan dan dalam waktu yang singkat akan di undang rapat panitia musyawarah DPRD dan eksekutif.

“Kurang lebih 5 tahun lamanya saya berjuang untuk mengungkap kasus notulen palsu ini dan saya sangat senang kasus ini bisa diungkap dan saya berharap tersangka dapat dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Bahkan untuk mengungkap kasus ini saya siap ditembak mati, demi kebenaran dan rasa keadilan, “ujar Ridwan Yunus tegas.(hez,tag/Star pos)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.